Ada beberapa hal yang berbeda kita saya dan keluarga mengurus perpanjangan paspor ke Kantor Imigrasi Bogor satu minggu yang lalu. Pertama, tidak seperti lima tahun yang lalu, anak di bawah umur kini tidak lagi menumpang paspor orang tuanya, dan harus dibuatkan paspor tersendiri. Menurut petugas Kantor Imigrasi, hal ini sudah berlangsung sejak satu tahun yang lalu.
Dan yang kedua adalah penggunaan teknologi biometrik yang menurut hasil pencarian di Internet sudah berlangsung sejak bulan Februari yang lalu. Menurut Wikipedia, Paspor biometrik mengandung informasi digital yang disimpan pada sebuah chip RFID yang dilengkapi dengan media penyimpanan EEPROM sebesar minimal 32 KB. Data digital yang terkandung di dalam paspor ini meliputi data sidik jari, foto dan hasil pemindai retina. Walaupun demikian, pada saat kami melakukan aplikasi, hanya data foto dan sidik jari kami yang diambil petugas.
Karena proses pengambilan data untuk kami bertiga memakan waktu lebih dari satu jam, maka saya punya banyak waktu untuk memperhatikan apa yang terjadi di layar komputer petugas. Foto diambil dengan menggunakan kamera digital Canon yang terhubung ke komputer. Petugas kemudian mengarahkan kamera dan mengklik tombol “Ambil Gambar” (kira-kira seperti itu). Setelah itu perangkat lunak akan mentransfer foto dan menampilkannya di layar. Petugas kemudian merampingkan foto (cropping) dan perangkat lunak akan mencoba untuk melakukan pengaturan warna secara otomatis. Terkadang proses ini tidak seperti yang diinginkan sehingga petugas perlu melakukan pengaturan secara manual. Pada akhir proses, perangkat lunak sepertinya mendeteksi apakah gambar sudah sesuai ketentuan: perangkat lunak akan menampilkan tanda x pada kedua mata dan mulut jika gambar diterima. Jika tidak sesuai, maka gambar akan ditolak oleh sistem dan petugas terpaksa melakukan pemotretan ulang.
Setelah itu, dilakukan pengambilan sidik jari yang dilakukan pada komputer yang sama. Petugas menggunakan sebuah perangkat pembaca sidik jari untuk satu per satu membaca sidik jari dari kesepuluh jari kami.
Proses pengambilan gambar dan sidik jari memakan waktu sekitar 10 menit untuk saya dan istri saya. Yang menjadi persoalan sangat besar adalah pengambilan gambar dan sidik jari anak saya yang masih berusia 4 bulan. Pengambilan gambar si kecil pertama kali dilakukan dengan menggendong si kecil di depan kamera oleh ibunya. Menjadi sebuah tantangan tersendiri untuk mengalihkan perhatian si kecil agar matanya tetap menatap kamera .
Perangkat lunak yang digunakan sepertinya memiliki fitur yang didesain untuk kondisi seperti ini. Proses pengambilan gambar untuk anak kecil dilakukan sebanyak enam kali berturut-turut, dan setelah itu petugas mengambil gambar terbaik dari enam gambar tersebut. Mungkin karena kurangnya pengalaman petugas, tidak ada satu pun dari keenam gambar tersebut yang diterima oleh komputer, padahal petugas sudah berkali-kali mengulangi proses perampingan dan pengubahan warna.
Akhirnya petugas senior turun tangan, dan kami terpaksa mengulangi pengambilan gambar dengan kondisi si kecil yang sudah semakin lelah. Kini pengambilan dilakukan tidak dengan menggendong di depan, tapi dengan menegakkan si kecil di samping ibunya. Setelah 17 kali pengambilan, akhirnya komputer dapat menerima gambar si kecil. Mungkin program komputer mendeteksi bagian pinggir dari gambar untuk melihat apakah gambar memenuhi syarat atau tidak. Dalam posisi digendong, bagian atas dari gambar dipenuhi oleh wajah ibunya, dan bukan warna latar belakang biru.
Pengambilan sidik jari juga merupakan tantangan tersendiri. Anak kecil memiliki refleks untuk menggenggam ketika tangannya menyentuh sesuatu dan pengambilan sidik jari tentunya tidak dapat dilakukan dalam posisi menggenggam. Tetapi paling tidak komputer tidak lagi berulah pada tahap ini .
Walaupun sudah terkomputerisasi, setelah itu kami juga harus melakukan pengambilan sidik jari model lama yang menggunakan tinta. Mungkin Kantor Imigrasi belum sepenuhnya yakin dengan sistem baru ini, dan tetap menjalankan tahap ini selama proses transisi. Lagi-lagi masalahnya adalah si kecil . Tetapi tidak terlalu menjadi masalah, karena untuk anak kecil hanya perlu pengambilan sidik jari jempol kedua tangan. Sedangkan untuk orang tuanya dilakukan pengambilan terhadap kesepuluh jari.
Jumlah waktu yang dihabiskan untuk melakukan pengambilan gambar dan sidik jari untuk kami bertiga adalah lebih dari satu jam . Akibatnya, proses pengambilan untuk orang-orang di belakang kami menjadi sangat terganggu .
Yang mengherankan adalah bahwa pada dokumen tingkat Internasional ini masih bisa ditemukan saalh keitk™ penggunaan Bahasa Inggris yang sederhana. Karena tidak dapat membubuhkan tanda tangan, maka pada kolom tanda tangan paspor anak saya diberi stempel yang bertuliskan “Unable to signed” .
Sekarang saya sudah dua kali membuat paspor tapi belum pernah ke luar negeri satu kali pun . Dan si kecil sekarang mendapatkan paspor pertamanya.
2 komentar:
sietem scanner biometrik otomatis itu lebih canggih dan terjamin kualitasnya daripada sistem lama pakai tinta udah ketinggalan zaman tuh....basi org udah sampai ke mars kita baru mau kebulan....kan udah ada komputer yg serba canggih
dasar negara kagak mau maju apa ya ???.. negara asean yg lain udah ggak ada yg pakai tinta basi itu lg ..semua serba pakai scanner biometrik yg canggih dan terjamin kulaitasnya ...goblok pemrintah RI
Posting Komentar